Empat tahun berlalu begitu saja. Sepertinya baru kemarin berseragam hitam putih dengan kepala pelontos demi mengikuti sebuah prosesi penting yakni “propti”. Empat tahun berjalan begitu saja dan akhirnya sebuah harapan yang selalu bergema di dalam hati- mahasiswa saat ini adalah kelulusan. Sebuah inti permasalahan bukanlah wisuda dengan berpakaian ala pelajar-pelajar cina saat menerima sebuah gelar sarjana, melainkan sebuah ilmu tepat yang telah memenuhi isi otak yang terus memadat dan bagaimana aplikasinya di dalam kehidupan kita.
Akan tetapi permaianan kita belum selesai “bung”. Akan ada satu periode lagi yang mesti kita jalani. Ada sebuah masa yang masih menunggu. Dan saat itulah kita akan menjadi seorang yang memang benar-benar mengaplikasikan keilmuan yang relevan dengan teori yang telah menumpuk di dalam otak kita. Setelah wisuda belum membuat hati kita lampias, melainkan kita akan menghadapi sebuah putaran yang harus membutuhkan energi yang optimal. Itulah yang dinamakan ”dokter muda”. Dahulu nama dokter muda belum banyak dikenal, masyarakat lebih familiar dengan sebutan ”Ko-Ass”. Hmmmm, terkadang saya juga bingung atas makna dari Ko-Ass itu sendiri. Sudah ”Ko” pake asisten pula lagi. Berarti maknanya adalah asistennya asisten. Huah terlalu ribet dan ngejelimet kalau kita mempermasalahkan padanan kata. Yang saya tahu ko-ass itu (kumpulan orang serba salah). Iyah serba salah tidak tahu dari mana serba salahnya. Yang pasti saya akan mencoba berbagi cerita selama ko-ass atau kepaniteraan yang sudah 7 bulan dijalani.
Kuliah di Pendidikan dokter yang pasti sangat membutuhkan pengorbanan lebih. Kita akan selalu menyisihkan waktu bermain dengan berdiskusi, menyisihkan waktu santai dengan membicarakan hal-hal ilmiah. Huaah, sepertinya terlalu ”lebay” untuk berbicara hal seperti itu. Padahal kalau kita ”enjoy” untuk menjalaninya pasti akan terlewati begitu saja.
Kembali lagi dengan masalah kegitan Kepaniteraan di Rumah Sakit Abdul Moeloek. Kepaniteraan di RS kita akan menjalani kurang lebih 1 tahun 6 bulan yang langsung dilanjutkan Final Semester selama 6 bulan. Yah totalnya 2 tahun lagi kita masih punya kredit dalam melunasi utang pembelajaran di Pendidikan Dokter ini. Kepaniteraan ini terbagi menjadi bagian mayor dan minor
Mayor (Penyakit Dalam, Bedah, Obstetri Ginekologi dan Kesehatan Anak)
Minor (Penyakit Mata, Penyakit THT, Penyakit Gigi dan Mulut, Saraf, Kesehatan Jiwa, Forensik, Radiologi, Anastesi dan Penyakit Kulit Kelamiun)
Dan masa belajar di mayor 9 meinggu dan minor 3 minggu. Kalau dipikir-pikir waktu tersebut sangat kurang bagi kita dalam mempelajari berbagai macam kelainan atau penyakit di setiap bagaian. Akan tetapi kalau kita menjalaninya dengan sungguh-sungguh akan sangat terasa bahwa kita siap untuk terjun menjadi seorang dokter yang mapan. Ketika saya masuk di bagian penyakit mata maka saya akan meyakinkan bahwa saya akan menjadi spesialis mata begitu juga sama dengan bagain yang lain, ketika saya sedang kepaniteraan di bgaian penyakit dalam maka saya akan menjadi spesialis penyakit dalam. Itulah sebuah harapan yang mudah-mudahan menjadi pemompa semangat kita dalam menjalani kepaniteraan ini. Terkadang kepaniteraan sangat membosankan karena kita selalu menjalani ritinitas yang terus-menurus dan akhirnya jatuh pada kondisi stagnan dan membosankan.
Kepaniteraan membutuhkan energi yang extra seperti dari awal saya bilang. Oleh karena itu kondisi sehat sangat dibutuhkan untuk menjadi modal dasar ketika kita beraktivitas kepaniteraan. Terutama apabila kita berada pada bagian mayor seprti penyakit dalam dan bedah. Selain fisik yang harus kita persiapkan juga mental tidak kalah penting untuk juga dipersiapkan.
Saat di bagian mayor, ada jadwal jaga sore dan malam. Saat itulah kita dilatih untuk menjadi seorang decision marker. Sebagai salah satu contoh saja dalam menentukan bahwa pasien sudah meninggal dan menjelaskannya kepada keluarga pasien. Terasa sulit ketika kita baru menjabat sebagai ko-ass baru. Kita akan menghadapi konflik batin yang terus nmenderu-deru di dalam hati kita. Saya memiliki cerita dalam mengilustrasikan bahwa pentingnya keberanian kita dalam menentukan sebuah keputusan. Saat itu saya sedang jaga malam. Saaya dibangunkan karena ada pasien yang menurun kesadarannya. Sayapun bangkit dari tempat tidur untuk melihat kondisi pasien tersebut. Ternyata kondisi pasien tersebut sangat kritis. Pasien tersebut menderita kanker dirongga mulut yang sudah menyebar ke daerah leher sehingga leher mengalami kompresi lokal akibat penekanan kanker tersebut. Hal yang terpenting yang mesti kita lakukan ialah memberikan informed concent kepada keluarga pasien yakni menjelaskan tentang penyakit yang diderita. Apabila hal tersebut sudah diinformasikan kepada keluarga pasien harapan kita adalah kesiapan keluarga dalam menghadapi hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendak kita dan keluarga sudah siap. Kembali lagi ke cerita. Saat itu saya langsung memegang tangan kanan pasien dengan mencoba merasakan denyut nadinya. Denyut nadi pasien sangat lemah, bernafas satu-satu, denyut jantung masih terdengar ketika stetoskop saya tempelkan ke dada pasien. Saya segera mengambil status pasioen dan mencoba mengenail perjalanan penyakit pasien. Setelah melakukan pemeriksaan lengkap, saya akan konsultasi ke dokter jaga ruangan. Setelah mendapatkan instruksi dari dokter ruangan saya langsung menjalankan instruksi tersebut. Pasien dipasang oksigen dan membebaskan jalan nafas yang ketika itu air ludah pasien memenuhi isi rongga mulut pasien. Setelah semua beres saya meminta bantuan kepada perawat yang juga saat itu baru magang untuk menghisap air ludah pasien secara berkala 1 – 2 jam sekali dengan harapan jalan nafas pasien bebas dari sumbatan. Tidak berapa lama pasien tersebut tidak bernafas. Nadi tidak teraba dan denyut jantung tidak berdetak. Langsung saya melakukan resusitas jantung paru dengan siklus 15 – 2. Artinya saya melakukan kompresi dada sebanyak 15 kali dan 2 kali baging udara ke paru-paru. Sudah 5 siklu saya lakukan akan tetapi respon nafas dan sirkulasi pasien tidak ada. Saya lihat refleks cahaya pada pupil pasien didapatkan hasil negatif. Refleks kornea juga hasilnya negatif. Mata sudah midriasis total. Lalu saya menjelaskan bahwa pasien sudah meninggal. Konflik yang terjadi ialah keluarga pasien tidak percaya nahwa pasien sudah meninggal. Lalu salah seorang keluarga pasien meminta saya untuk memeriksa sekali lagi untuk memastikannya. Saya tempelkan stetoskop di dada untuk mengetahui denyut jantung dan ternyata denyut jantung tidak ada. Saya sinari mata pasien dan ternyata kondisi pupil mata pasien sudah midriasis total. Saya kembali menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa pasien sudah meninggal. Karena salah seorang anggota pasien kurang kepada saya, dia meminjam stetoskop dan mencoba mendengarkan denyut jantung pasien. Setelah itulah keluarga pasien percaya bahwa pasien sudah meninggal.
Selain itu pula saya pernah berbeda pendapat dalam menentukan kematian pasien. Saat itu saya jaga berdua dengan teman saya. Kasus pasien ini sama yakni kanker yang sudah mengadakan penekanan di saluran pernafasan. saat itu saya sudah mengatakan bahwa pasien ini sudah meninggal tetapi teman saya masih berkata denyut jantungnya masih ada padahal pupil sudah midriasis maksimal. Saya kembali mengecek denyut jantungnya dan hasilnya denyut jantung tidak ada. Hal tersebut lah yang menjadikan kita kurang percaya diri ketika kita berbeda pendapat. Oleh karena itulah pengalaman di kepaniteraan sangat diperhitungkan. Dengan banyak memeriksa pasien kita dapat menentukan bahwa kondisi pasien tersebut sudah meninggal atau belum.
Belajar saat kepaniteraan tidak sama ketika kita belajar saat kuliah. Pembelajaran secara teoritis sekali dengan baca kurang dapat optimal karena kondisi fisik kita kurang mendukung. Saat kepaniteraan saya rasa metode pembelajaran yang paling cocok adalah belajar dengan pasien yang lebih pada tahapan praktek. Oleh karena itulah saat kuliah di kampus benar-benar dimanfaatkan. Penyakit bermula dari kelainan struktur dan fungsi sebuah sel dalam tubuh kita. Pelajaran dasar lah yang banyak menunjang kita ketika kita kepaniteraan dalam mengenali berbagai macam penyakit. Saat-saat kuliah lah waktu yang paling tepat untuk belajar lebih banyak. Kepaniteraan adalah waktu yang tepat untuk mengaplikasikan teori-teori yang pernah dipelajari saat kuliah. Orang yang kuat pelajaran dasar saat kuliah lebih dapat mengerti penyakit dan penatalaksanaan penyakit tersebut.
Saran-saran untuk mempersiapkan kepaniteraan
Gunakan waktu saat belajar pelajaran dasar seperti anatomi dan fisiologi karena awal munculnya penyakit berawal dari kelainan struktural dan fungsional. Bagaimana kita tahu bahwa ada kelainan penyakit tanpa kita tahu kondisi normalnya tubuh kita.
Mengikuti kegiatan-kegiatan yang dapat melatih kemampuan tindakan medis kita seperti injeksi, pungsi vena, jahit dan bedah-bedah minor. Saat kuliah kita tidak ada pelajaran hal-hal demikian dan ketika nantinya kita kepaniteraan sudah terbiasa.
Belajar berkomunikasi dengan orang lain. Hal tersebut sangat diperlukan karena kita akan selalu dihadapkan dengan keluarga pasien. Keberhasilan atau puas tidaknya pasien kepada kita berdasar atas komunikasi yang kita bangun dengan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar