Memegang idealisme itu laksana MENGGENGGAM BARA API..Tak banyak orang mau melakukannya.. Sebab, hanya sedikit yang sudi bersusah-susah mencari perlindungan telapak tangan AGAR TAK MELEPUH..

Kamis, 21 Mei 2009

renungan malamku

Hari ini minggu dini hari 3 Mei 2009

Berat, terasa berat rasanya kepala ini. Entah apa yang aku pikirkan. Tetapi pikiran ini begitu padat dengan banyaknya masalah. Akhhh sudah kira-kira 12 tahun lebih kehidupanku ini berlalu dengan keterbatasan. Tetapi keterbatasan itu membuat aku menjadi tegar.

Aku akan bercerita bagaimana aku bisa masuk Fakultas Kedokteran Unila.
Saat itu bulan agustus. Aku lulus ujian masuk SPMB. Aku langsung mendaftar ulang dan untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di ranah lampung. Ketika itu aku berangkat dari rumah bersama kakak ipar (nurzeini), paman (zaini) dan om safar. Hanya berempat aku berangkat. Aku hanya membawa uang 10 juta sisa-sisa perjuangan ibuku dalam berdagang. Yah pedagang, itulah pekerjaan ibuku. Bapakku bekerja sebagai tukang ojek. Tapi itu dulu ketika motor kesayangannya masih berwujud seperti motor. Aku mendapatkan rizki dari pekerjaan orang tuaku itu. Terkadang bapakku berangkat meladang ke sawah. Dan ia memiliki banyak ternak dan walau ternak tersebut banyak dicuri orang.

Kembali ke pendaftaran ulang. Sampailah aku di unila. Aku mendaftar ulang dengan menyerahkan nomor peserta ujian. Lalu salah satu petugas menyerahkan biaya masuk. Ya Alloh betapa banyaknya angka nol tersebut. Angka nol tersebut ada 6 buah dengan angka 35 di depannya. Aku hanya memiliki uang 10 juta itu juga uang terakhir ibuku modal dagang. Melihat aku terluhat musam kakak iparku menenangkan aku. Aku harus masuk fakultas kedokteran unila bagaimanapun caranya. Lalu kakak iparku mengajukan keringanan biaya masuk. Tetapi usaha tersebut gagal karena memang fakultas kedokteran saat itu sangat membutuhkan dana. Lalu cara kedua yakni menunda pembayaran. Dengan melengkapi surat pernyataan diatas materai aku kini dapat sedikit keringanan. Sedikit memberikan nafas kelegaan atas berjuta-juta harapan yang ditanamkan oleh ibuku agar aku menjadi dokter.

Hari pertama aku masuk kuliah, suasana saat itu memang terasa beda. Aku merasa orang yang sangat kekurangan. Aku pernah puasa daud untuk mengurangi biaya makan sehari-hari namun hal tersebut justru kurang baik untuk kondisiku. Aku belajar siang malam, mengerjakan tugas sesuai dengan perintah dan berusaha tampil beda dengan temanku yang lain. Karena hal ini aku anggap sebagi usaha aku untuk selalu berbakti kepada orang tua. Untuk membiayai kuliah dan hidup aku disini ibu sangat membanting tulang siang dan malam. Usaha dagangnya saat aku kuliah sudah morat-marit. Untungnya aku anak terakhir dan memiliki teteh dan kakak yang sangat pengertian dan sabar serta penyayang. Ibuku sedikit terbantu dengan adanya tetah dan kakak ku walaupun hanya sedikit itu sangat-sangat bermanfaat.
Bapakku kini sudah jarang lagi keluar malam mengais rezeki karena kondisi tubuhnya yang kurang kuat untuk keluar malam. Kini bapakku bekerja sebagai pramukantor dan membuat-buat alat-alat belajar untuk yayasan yang dimiliki oleh kakak ipartku yang pertama. Yayasan tersebut berjalan lancar walaupun kecil. Itulah harapan yang aku yakini akan menopang kehidupan keluarga mereka kelak.
kembali pada perkuliahan. Aku berjanji aku akan tampil sebagai mahasiswa terbaik dalm segala hal. Optimis memang bahkan terlihat orang yang sangat ambisius.
4 tahun telah berlalu. Aku sudah lulus S1 dan kini melanjutkan ke tingkat profesi. Ibuku kini tidak berjualan lagi. Bapakku hanya bekerja untuk yayasan yang dimiliki kakak iparku yang pertama. Sulit untuk diharapkan agar kebutuhan biaya hidupku disini terpenuhi. Kini aku hartus mengais rezeki sendiri, aku mulai membuka les bimbingan belajar. Yang ku namakan ”astrosit”. Nama tersebut atas rekomendasi salah satu sahabatku. Alhamdulillah 4 bulan hasilnya aku dapat menikmatinya. Aku juga bekerja sebagai dosen di politeknik tanjung karang jurusan kebidanan. Walaupun gajinya tidak terlalu besar tetapi mampu untuk mengembangkan sayap informasi dan jaringan kemanapun aku akan berpijak.
Sudah lebih dari setengah tahun aku membiayai hidupku sendiri. Pontang-panting memang untuk mendapatkan sepeser uang. Aku ko-ass dari jam 7 samapai jam 2.. jam 4 sore sampai jam 6 aku mengajar bimbel. Lalu jam 7 samapai jam 9 aku juga mengajar bimbel. Terasa lelah memang. Tetapi inilah hal yang mesti aku lakukan untuk bertahan hidup disini. Penghasilanku sebulan bisa mencapai 2,5 juta. Itupun jika aku ngedur mengajar tak pernah berhenti. Lumayan untuk makan sehari-hari dan menabung untuyk membiayai bayaran semester dan biaya masuk kepaniteraan sebesar 6 juta.
Saat aku sosialisasi tentang bimbel yang aku tawarkan aku merasa sangat canggung. Akhhh ku buang saja rasa canggung dan malu tersebut. Yang penting aku memiliki pekerjaan walaupun tidak tetap. Yang aku takutkan adalah aku tidak produktif disaat waktu libur tiba. Aku tidak dapat mengajar. Dari mana aku mendapatkan biaya makan dan hidup sehari-hari. Bulan Juli-Agustus merupakan tantangan terbesar bagiku. Ya Alloh kuatkan lah hatiku. Berikan aku peluang pekerjaan yang dapat menghasilkan nafkah yang halal. Yang dapat memacu tenaga ku untuk terus berbakti kepada ibu dan bapak. Bulan juli aku harus menyiapkan dana 1,6 untuk bayaran semester dan 1,7 untuk biaya kost. Ditambah lagi aku tidak produktif bulan2 tersebut. Motor satria yang dipinjamkan kakak ku harus dijual. Aku harus memiliki motor sendiri. Tetapi keungan ku saat ini menipis. Kebutuhan banyak tetapi produktivitas ku menurun. Aku mencari akal. Aku mencoba belajar mengolah data otodidak dan pernah melihat pengolahan data yang dilakukan oleh teman-temanku, kini aku juga menawarkan jasa pengolahan data skripsi. Sudah ada pelanggan yang memang dari dulu sudah berlangganan denganku. Kupikir ini merupakan kesempatan. Walaupun aku melakukan ini atas indikasi bisnis dan perasaan. Aku harus profesional bekerja. Tetapi memang saat ini aku tidak pernah memikirkannya lagi walaupun sedekat apa jarak antara aku dan dia.


”Terkadang kita harus diam di tempat atau malah harus mundur ketika dihadapkan oleh sebuah masalah. Namun bukan kediaman yang benar-benar diam, akan tetapi dalam kediaman tersebut kita harus memikirkan apakah ada peluang yang harus kita perghunakan untuk memecahkan sebuah masalah”.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Asslmkm. Pengalaman sejati yg sangat patut dihargai krn kerja keras dan semangat luar biasa nya,salut skali. Tetap semangat mas...pantang menyerah,lanjutkannnn.....! Wasalam :)