Memegang idealisme itu laksana MENGGENGGAM BARA API..Tak banyak orang mau melakukannya.. Sebab, hanya sedikit yang sudi bersusah-susah mencari perlindungan telapak tangan AGAR TAK MELEPUH..

Kamis, 10 Juli 2008

TERLEPAS DARI AMANAH

Perjalanan itu melesat begitu cepat. Berjalan begitu singkat. Aku menyesali ketika aku ditanya apa yang aku telah lakukan. Karena kesemua itu jauh dari kesempurnaan. Jauh sekali dari kata optimal. Kini aku harus beristighfar ketika aku mengingat segala kesalahan yang pernah aku perbuat ketika aku memiliki kewenangan untuk bertindak.

Perahu itu, yah perahu itu kini telah meninggalkan ku. Aku menyesali ketika aku harus dipaksa waktu untuk turun di pelabuhan ini. aku tidak tahu pelabuahan yang sedang aku pijakkan kaki diatasnya. Padahal aku sangat ingin sekali menaiki perahu itu karena aku menyesali ketika aku menjadi nahkoda perahu itu aku sangat lalai. Lalai dengan hegemoni, lalai dengan kewenangan dan lalai dengan segala kelemahan. Tiada kata yang tepat malam ini kecuali rasa penyesalan. Aku ingin menaiki kapal tersebut walaupun aku hanya menjadi awak kapal, walaupun aku hanya menjadi pedagang asongan. Karena aku sangat memiliki kapal itu memiliki dengan segala keinsyafan untuk terus memajukan kapal itu. Ahh... aku terus berfikiran paranoid, terlalu skeptis karena merasakan penumpang nya hari ini terlihat anemia, malaise dan tekanan darah yang kurang stabil.

Aku sangat menyayangi apa yang telah aku bangun dan buat bersama. Sejatinya perahu itu yang menjadikan aku kini menjadi aku. Bukan menjadi kamu. Istimewa tidak juga. Tetapi aku berbeda. Berbeda karena ada keleluasan ditengah-tengah keterbatasan.

Dari setiap perjalanan fase kehidupan aku menjadi apa yang aku inginkan. Ambisius tidak juga. Tetapi aku sangat memiliki target pencapaian. Aku sangat memaki-maki diriku sendiri ketika aku lalai dalam mencapai target tersebut. Aku mengutuk diri sendiri karena masih sangat lemah. Perfeksionis tidak juga. Tetapi aku menginginkan yang terbaik. Dalam kacamataku sering aku melihat orang yang jatuh ketika aku berdiri, berdiri ketika aku jatuh. Kejadian tersebut terjadi secara simultan. Bahkan bisa dikatakan sebagai sebuah siklus. Siklus yang tak pernah berakhir karena ia akan terus menerus berulang pada titik yang sama.

Aku masih sangat ingin membangun. Membangun dengan apa saja dengan potensi yang sekarang ada. Entah menjadi siapa, harus bagaimana, apa yang aku lakukan, dan sebagainya. Yang penting aku ingin menjadi sebuah volunter. Volunter yang dahulu ikut merasakan pahit getirnya perjuangan ketika eksistensi kapal kita masih diakui secara parsial. Aku sering bergesekan dengan kapal yang lain ketika kapal kita ingin menuju pelabuahan yang ramai dengan segala keramaian pengunjungnya. Yang terpenting adalah siapapun nahkoda kapal yang kini sering memutar-mutarkan kemudi untuk berjalan. Kita harus percaya. Percaya dengan penuh kepercayaan. Kata parsial itu harus hilang berganti dengan kata total. Total berjuang, total menjadi garda terdepan untuk membangun kedokteran Unila menjadi sosok yang dapat dijadikan panutan masyarakat. Aku sudah memiliki komitmen untuk membesarkan kapal kita. Kapal yang mengajarkan aku bagaimana menjalani segala stressor psikis. Sehingga mempertebal keinsyafan kan rasa ke-nasionalismean membela kepentingan KITA. SATU KEDOKTERAN SATU.

Tidak ada komentar: