Memegang idealisme itu laksana MENGGENGGAM BARA API..Tak banyak orang mau melakukannya.. Sebab, hanya sedikit yang sudi bersusah-susah mencari perlindungan telapak tangan AGAR TAK MELEPUH..

Kamis, 10 Juli 2008

KELUARGA KU SANGAT ISTIMEWA

Yah keluarga saya memang sangat istimewa bagi saya. Ini memang sangat subjektif sekali untuk saya. Hmm bagaimana tidak ia yang memberikan saya resusitasi ketika saya sedang megap-megap karena system respirasi dan kardiovaskuler saya sedang kurang fit. Merekalah yang memberikan saya impuls motorik untuk saya beraktivitas. Memberikan saya keinsyafan untuk terus memberikan yang terbaik. Saya sangat menyayangi mereka semua. Terutama pada ibu. Dialah wanita yang paling saya cintai. Dialah wanita yang pernah saya peluk ketika saya sedang bersusah hati. Bapak dialah orang yang supercuek. Nenek (uyut) yang kini bertumur 80 tahun dan masih mencuci bajunya sendiri.


nenek (uyut)

Entah mengapa saya ingin sekali menuliskan kehidupan keluarga saya saat ini. bukan bermaksud untuk narsis karena saya bukanlah orang yang suka narsis. Buka pula untuk menyombongkan diri karena cerita ini tidak satupun ada hal yang bisa saya sombongkan.

Yah, saya anak ke enam dari enam bersaudara. Saya anak bontot tetapi hampir semua sahabat saya tidak percaya bahwa saya ini anak bontot. Anak pertama dari pasangan hidup yang merupakan orang yang paling saya sayang adalah teteh aas. Aswati nama lengkapnya. Simpel memang. Namanya begitu pendek tegas dan lugas. Ia menikah dengan seorang ustadz saat ia lulus SMEA. Ia dan suaminya terpaut unur 8 tahun kira-kira. Jauh memang. Tetapi kehidupan mereka tentram dan damai walaupun sesekali ada dinamikanya. Mereka dikaruniai oleh 6 orang anak. Fuad Zein Mubarok Surya Nullah, Muhammad Kohar Zein Aswatama, Fahmi Zein Khoirul Ummam, Hurul Fikriyah Zainul Baladiyah, Millah Nurlatifah Zainul Syarkiyah dan yang terakhir Al Fatih Zainul Falah. Namanya panjang-panjang sekali. Berbeda dengan nama orang tuanya sendiri yang terdiri dari 1-2 kata saja.Rumah mereka selalu ramai dikunjungi oleh para tamu. Tamu itulah yang menjadi lading rezeki bagi kak Enzen nama lengkapnya Nurzeini Eka. Kak Enzen seorang unstadz yang memiliki kemampuan untuk mengobati orang sakit tanpa sentuhan medis. Berbeda dengan ilmu yang kini menjadi bahan kuliah saya setiap hari. Kak Enzen memiliki keistimewaan untuk dapat mengidentifikasi penyakit melalui ilmu kebatinan. Dia bukan seorang dukun atau tabib, tetapi dialah seorang ustadz yang sedikit memiliki kelebihan. Kelebihannya itulah yang membawa keluarga itu dihormati oleh warga sekitar.

Rumah kak enzen tidak begitu besar. Rumah itu dibangun bertingkat 3. lantai 1 untuk penghuni sedangkan lantai 2 dan 3 untuk tempat Taman Kanak-Kanak Islam dan pengajian rutin setiap minggunya. Banguna rumah itu dirancang oleh bapak. Ketika itu bapak memang sedang menganggur. Satu lagi bangunan yang kini sedang di bangun. Katanya banguna itu untuk dijadikan TK nol kecil. Ternyata kak Enzen mendirikan Yayasan kecil-kecilan namanya TKI dan TPA Az-Zainiyah sesuai dengan namanya. Yayasan itu kini sudah memiliki 3 bangunan layak pakai. Saya doakan yayasan itu tumbuh pesat. Anaknya Fuad dan Kohar kini sedang menyantren di pesantren kawasan Serang. Fuad dan Kohar kini sudah kelas 2 dan 1 SMP. Dia berdua memang telah dibina untuk hidup mandiri dengan segala ketercukupannya di pesantren. Alhasil ketika saya berjumpa dengannya mereka sudah tumbuh dewasa dengan pemikiran-pemikiran briliannya.

Saat ini teh Aas sedang menjalani kuliah S1 pendidikan guru. Ia kuliah karena tuntutan jabatan pekerjaan. Saat ini teh aas menjabat sebagai kepala yayasan Az-Zainiyah. Untuk sertifikasi di Departemen agama maka kepala yayasannya itu minimal harus S1. Saya sangat bengga kepada teh Aas atas semangatnya untuk terus belajar. Semoga saja tidak menjadi halangan baginya untuk kuliah.

Pada tahun 2010 mereka telah pisah...saya sangat sedih mendengar berita tersebut..yang saya sayangkan adalah anak-anak mereka yang masih kecil2..fuad 16 tahun yang paling besar dan yang paling kecil fatih umir 3 tahun..kelak nanti saya akan selalu membantu mereka untuk menggapai prestasi dan cita-citanya..paman berjanji dalam diri paman sendiri akan terus membantu..


(Kak enzen, teh aas, fuad, kohar, fami, hurul, mila, fatih)

Saya beranjak kepada kakak ke-2 yang bernama Komariah yang biasa dipanggil teteh oom. Teh oom ini pada saat mudanya seorang muslimah yang taat beragama, aktivis, dan murah senyum. Maka tidaklah heran banyak kaum adam yang datang untuk bermaksud mengapel. Teh oom wanita yang sangat baik. Banyak lelaki yang menaruh hati padanya. Tetapi entah mengapa ia tidak menjatuhkan hatinya pada orang yang dulu sangat gigih mengejarnya. Kak Somad adalah pria yang beruntung. Dia adalah pria yang mempersunting teh oom. Saat itu teh oom telah lulus D2 di Akademi Keguruan Al-Qolam. Kak Somad masih kuliah di Fakultas Teknik di Bogor. Sebelum kak Somad menyelesaikan studi S1 nya di Bogor kak somad memilih untuk menikahi teh oom. Entah mengapa kak somad begitu cepatnya menjartuhkan pilihan. Mungkin saja kak somad tidak ingin teh oom diambil oleh orang lain. Merekapun menikah. Saat itu saya sedang duduk di bangku SMA kelas 1.

Hidup keluarga mereka sangat tentram. Mereka sangat sederhana. Memiliki rumah sendiri yang tidak terlalu besar itu, mereka hidup damai walaupun sesekali ada intrik di dalam keluarganya. Mereka dikaruniai 2 orang anak perempuan. Anak pertama mereka beri nama Fauziah Rizky Nurfadillah kami memanggilnya kiki. Anak itu sangat pintar, centil dan tentunya cantik sama seperti mamanya. Tetapi ada kekurangan pada diri kiki. Ia memiliki mata yang kulrang sinergis pergerakannya atau biasa kita sebut strabismus atau dalam bahasa awam juling. Mungkin itu kesalahan di Nervus Abducens Dextranya (Saraf Otak ke 6 yang mengurusi pergerakan bola mata). Tetapi kiki tetap menggemaskan. Saya sangat merindukannya saat ini dengan tingkah-tingkah yang membuat saya geli sehingga memaksa saya untuk tertawa. Anak ke-2 pasangan kak Somad dan Teh Oom di beri nama Salsa. Diah Savina Rizky Salsabilah nama lengkapnya. Bagus-bagus sekali nama anak-anak dari kakak saya itu. Mudah-mudahan anaknya itu akan membawa rizki pada keluarga karena nama adalah doa orang tua.

Kak somad adalah seorang guru SMA Swasta di Kabupaten Tangerang. Jarak dari rumahnya ke sekolah tempat ia megajar cukup jauh. Ia harus berangkat dari rumah pukul 5.30 karena perjalanan memakan waktu 1,5 jam. Cukup prihatin pada kondisi ini. Ia berjuang sangat gigih untuk mencari nafkah keluarga. Teh Oom juga sama seorang guru. Teh Oom guru Sekolah Dasar di Kawasan kota tangerang. Ia guru honorer yang hingga kini mengikuti tes CPNS belum dapat diterima. Walaupun mereka hidup berkecukupan kak somad dan teh oom sangat baik hati dan tidak pelit. Setipa bulannya mereka memberi uang kepada ibu. Walaupun jumlahnya tidak cukup besar tetapi itu membuat hati ibu sangat bangga dengan kondisinya saat ini. Selain itu pula, apabila saya sedang liburan dirumah, saya sering diberikan uang olehnya. Sebenarnya saya tidak tega untuk menerima uang tersebut, tetapi itulah bauh dari kemurahan hati. Satu kata ia pernah menasihati saya ” Tong, kalau kita sering bersyukur, Insya Alloh rahmat Alloh gak pernah putus”. Itulah kata-kata yang hingga kini saya ingat untuk terus mensyukuri nikmat Alloh. Saya selalu diberi uang ketika saya hendak pergi lagi ke Lampung.

Satu tahun yang lalu kak somad sudah lulus S1 nya. Ia pindah kuliah dari program teknik menjadi program pendidikan. Aneh memang. Akan tetapi ini lah lahan rezeki bagi kak somad untuk menghidupi keluarganya. Saat ini teh Oom pun tak ingin ketinggalan. Ia sekarang tengah melanjutkan kuliahnya untuk mendapatkan gelar S1 nya di Perguruan Tinggi yang sama saat ia menyelesaikan program D2 nya.


(Teh oom, caca, bapak, emak, kiki, kak somad)

Kakak saya yang ke-3 bernama Romlah. Teh ombah saya memanggilnya. Cukup simpel namanya. Berbeda dengan nama-nama anak teteh saya yang pertama dan yang kedua. Teh Ombah seorang muslimah yang baru 3 tahun walimah. Tetapi teh ombah belum dikaruniai oleh seorang anak. Suaminya kak Eki. Mereka walimah menurut cara-cara ikhwan dan akhwat zaman sekarang. Proposal menikah merupakan media bagi mereka untuk saling mengenal. Teh ombah adalah wanita yang cukup keras memegang prinsipnya. Galak tidak juga, tetapi saya sering menjadi bahan omelannya apabila saya keluar dari jalur yang sesuai dengan syariat agama. Teh ombah lulusan Perguruan tinggi Swasta di kawasan Jakarta. Dia lulus D3 komputer akuntansi. Saat masa kuliah, teh ombah seorang aktivis muslimah. Selain itu juga semasa kuliah, teh ombah berjualan nasi goreng di kampusnya. Diantara seluruh keluarga saya teh ombah lah yang enak masakannya. Sehingga ia mencoba menawarkan masakannya itu ke teman-teman satu kampusnya dan ternyata memang itulah sumber rezeki teh ombah. Saat ini teh ombah bekerja sebagai Kepala TU di yayasan punya teh Aas.

Kak eki suami teh ombah. Ia seorang lelaki yang taat beragama. Kak eki bekerja di Perusahaan Swasta Gajah Tunggal. Saat menikah kak eki tengah mengurus masa studinya. Kak eki saat itu bekerja sambil kuliah. Dan saat ini program S1 nya sudah selesai ia tamatkan di Universitas Swasta kawasan Tangerang. Kak eki seorang aktivis juga di tempatnya ia bekerja dan tempat kuliahnya. Kini ia menjabat sebagai Ketua dewan Pimpinan Ranting Tanah Tinggi Partai Keadilan Sejahtera. Teh Ombah menjabat sebagai Bidang kewanitaan di organisasi yang sama. Dengan keberadaan kak eki dan teh ombah itulah kini keluarga kami menjadi barometer perjuangan PKS di tanah tinggi. Berbagai atribut PKS lengkap di rumah. Buiku-buku kaderisasi PKS itu sudah menumpuk rupanya saat saya pulang untuk melanjutkan perjalanan ke Makassar. Rumah kami menjadi basis perkumpulan kader-kader PKS. Warung ibu yang dulu buka kini tutup dan difungsikan menjadi taman bacaan anak-anak islami.

Mereka berdua juga mengajar mengaji warga di rumah. Sesekali saat saya sedang liburan saya mencoba membantunya mengajari anak-anak untuk membaca Al-Quran.rumah kamipun berubah fungsi jadinya. Yang tadinya tenpat berkumpul keluarga menjadi kumpul para kader PKS dan pengajian anak-anak dan ibu-ibu.


(Teh ombah, bapak, emak, kak eki)

Kakah saya yang ke-4 namanya Linda. Dia sudah tiada di dunia ini. Dia meninggal saat saya kelas 3 SMP. Dia meninggal kareena penyakit jantung. Semasa hidupnya ia terlihat asma dan sianosis seluruh tubuhnya. Entah penyakit jantung apa yang dulu ia alami. Itu merupakan penyakit bawaan. Hipotesis saya dia menderita tetralogi fallot, suatu penyakit jantung yang memiliki karakteristik VSD, Overriding Aorta, Shunt kanan ke kiri dan hipertripi ventrikel kanan. Rasa kesedihan saat itu mendengar berita kematiannya. Saat itu saya sedang les bahasa inggris. Selepas pulang ke rumah, rumah saya sangat ramai. Bendera kuning terpampang di depan gang rumah. Ternyata itu isyarat saya harin itu harus merelakan kepergiannya.

Adjuk Muhazir adalah kakak saya yang ke-5. ia seorangf polisi yang kini berpangkat Brigadir Polisi Dua. Tahun depan mungkin ia sudah naik pangkat menjadi Brigadir polisi Satu. A’ adjuk seorang yang memiliki rasa egoisme tinggi. Ia sangat memiliki keinginan yang sangat keras. Ia seorang yang keras kepala. Tetapi ia seorang yang sangat baik hati. Ialah seorang kakak yang selalu setia melindungi adiknya (saya). Ia selalu merelakan apa yang menjadi miliknya untuk saya. Ia seorang yang cerdas. Jago di segala cabang olahraga. Ia selalu juara kelas. Ia salah seorang panutan saya sekarang.

Saat masih kecil kami berdua sering ribut. Hampir setiap hari. Sampai suatu ketika saya tidak pernah ribut lagi dengan dia yakni saat saya kelas 3 SMP. Saat SD ia selalu juara di kelasnnya. Hingga ia memperoleh nilai ujian yang besar dan masuk ke SMP favorit. Dulu saat SD dia orang yang sangat rapi dalam berpakaian, berpenampilan dan bertatakrama. Ia sering meledek saya apabila saya tidak mendapatkan juara kelas. Ia banyak disukai oleh wanita-wanita. Sampai satu ketika salah seorang wanita yang suka padanya selalu memberi saya uang jajan tiap harinya dengan kompensasi saya mengirimkan salam.

A’ adjuk seseorang yang memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Saat SMP ia menjabat sebagai ketua pramuka dan wakil ketua OSIS. Dibawah kepemimpinanya, organisasi yang ia pimpin menjadi organisasi yang cukup disegani. Berbagai kejuaraan diraihnya, berbagai prestasi dimilikinya. Tidak berhenti sampai SMP saja pada masa SMA dia aktif di Paskibra hingga ia terpilih menjadi salah seorang Paskibraka yang menaikkan bendera saat 17 Agustus tahun 2001. dia lah sumber inspirasi saya untuk bergelut di organisasi yang sama. Tetapi saya selalu meraih prestasi melebihinya. Hal tersebut membuat dia bangga atau malu. Bangga karena memiliki adiknya yang melebihinya atau malu karena merasa tersaingi.

Setelah lulus dari SMA dia mencoba untuk mengikuti berbagai tes masuk Akademi pendidikan tinggi seperti Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI). Saat itu sebenarnya sudah masuk, tetapi pihak STPI mengadakan negoisasi untuk menentukan besarnya ”sogokan” agar A’ Adjuk bisa masuk STPI. Karena saat itu ibu saya tidak memiliki uang untuk membayar biaya tersebut terpaksa A’adjuk harus mengurungkan niatnya untuk menjadi seorang navigator pesawat udara.

Hingga akhirnya ia mendaftarkan diri ke sekolah bintara polisi. Ia mendaftar baru sekali tetapi langsung diterima menjadi anggota polisi. Saat ini ia dinas di Polsek Benda sebagai Polisi reserse. Saya tidak tahu itu apa yang saya tahu Cuma A’adjuk punya pistol yang pernah ditembakkan kepada penjahat dan maling. Suatu ketika ia pernah memergoki maling motor saat maling tersebut beraksi. Alhasil maling itu tertangkap basah dengan barang bukti danb A’adjuk di berikan penghargaan berupa uang tunai dari atasannya.

Saat ini A’adjuk sedang kuliah di Fakultas Hukum Universitas Attahiriyah, sebuah Universitas Swasta di kawasan Jakarta Barat. Mungkin tahun 2009 ia sudah menyelesaikan studinya itu.

Bulan Agustus 2008 ia akan melepas masa lajangnya dengan seorang wanita yang sudah lama dipacarinya. Retno namanya. Mbak Retno ini adalah teman dulu ia les di Primagama saat SMA kelas 3. Mbak retno kini sudah menjadi PNS di tempat kerjanya. Ia seorang bidan lulusan tahun 2006 kemarin. Mereka sebelumnya sudah tunangan pada bulan Januari 2007. satu tahun lebih lamanya A’adjuk mengikat mbak retno dalam tali pertunangan. Hingga akhirnya 1 bulan mendatang ia akan sama-sama melepas masa lajangnya.


(Mba rento, bapak, emak, a'adjuk)

Anak ke-6 yaitu saya sendiri. Mungkin bukan sekarang waktunya saya untuk bercerita siapa saya, bagaimana saya, apa yang sudah saya lakukan. Pada dasarnya saya adalah seorang anak botot dari keluarga yang sederhana, yang sangat sayang pada keluarganya. Mencintai orang tua, menyayangi saudara dan ingin menjadi mereka semua yang memiliki keluarga bahagia aman, dan tentram menuju keluarga sakinah, mahadah wa rahmah.. amin..



Tidak ada komentar: